PENDAHULUAN
-
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan jenis atau biodiversitas ikan yang tinggi baik ikan laut maupun tawar. Untuk ikan air tawar, Froese dan Pauly (2023) mencatat lebih dari 1.250 spesies. Tingginya kekayaan jenis ikan air tawar tersebut tidak lepas dari beragamnya tipe ekosistem baik berupa sungai, danau, rawa, maupun genangan air lainnya. Lukman et al. (2023), perairan darat di Indonesia memiliki sekitar 5.590 sungai utama dengan panjang total mencapai 94.573 km dan sekitar 65.017 anak sungai, sekitar 840 danau dan 735 situ (danau kecil) serta sekitar 162 waduk. Namun demikian, keberadaan sumberdaya ikan tersebut perlu dilakukan pengelolaan dengan baik agar keberlanjutannya tetap terjaga. Sunaryo (2004), mengklasifikasikan berdasarkan panjangnya bahwa perairan sungai di Indonesia terdiri dari yang >400 km (15 sungai), panjang 200 – 399 km (27 sungai), panjang 100 – 199 km (80 sungai), panjang 50 - 99 km (208 sungai) dan berukuran panjang < 50 km (5.260 sungai). Masing-masing anak sungai beserta sungai utama dan badan air lainnya dalam satu area akan terbentuk dalam satau kesatuan berupa Daerah Aliran Sungai (DAS). Oleh karena itu, dalam suatu DAS dapat mencakup beragam ekosistem, bukan hanya sungai akan tetapi juga terdapat danau, rawa maupun genangan air lainnya. Hal seperti ini terutama dijumpai pada DAS dengan sungai utama yang berukuran besar sebagai contoh Barito dan Kampar.
Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas di daratan (Permenhut 39 Tahun 2009). Di dalam DAS terjadi hubungan, interaksi dan ketergantungan antara ekosistem abiotik, biotik dan manusia (Sudaryono, 2002; Fuady dan Azizah, 2008). Batas dari DAS adalah garis kontur yang terletak di sepanjang area pegunungan atau perbukitan yang memisahkan sistem aliran satu dengan yang lainnya, atau dapat juga menentukan arah limpasan permukaan (Triatmodjo, 2013). Adapun bagian utama dari DAS yaitu daerah tangkap di hulu dan daerah penyaluran air yang berada di bawahnya (Fuady dan Azizah, 2008; Arfy et al., 2017).
Berdasarkan letaknya DAS dapat terbagi atas 3 daerah atau segmen yaitu segmen hulu, tengah dan hilir (Fuady dan Azizah, 2008; Putra et al., 2019). Segmen hulu yang berada paling ujung atas wilayah pegunungan atau perbukitan dan lerengnya curam, seringkali dicirikan dengan desa atau perkampungan, sawah atau ladang, sungai dan hutan. Selain itu kualitas air di hulu cenderung masih baik, suhu air dingin, kecepatan air tinggi dan jenis-jenis ikannya diduga kurang beragam dibandingkan segmen tengah dan hilir. Adapun segmen tengah, relative lebih landai, umumnya berada di desa sampai perbatasan desa dan kota besar, dengan aktivitas manusia tinggi sehingga cenderung sudah terjadi pencemaran limbah rumah tangga dan industri (Sudaryono, 2002; Arfy et al., 2017; Indripraja et al., 2020). Selain itu jenis-jenis ikan yang tersebar di bagian tengah umumnya lebih beragam. Segmen hilir daerahnya landai, umumnya berada di tengah perkotaan sampai ke muara, jelas disini kualitas perairan cenderung kurang baik, namun keragaman jenis ikan tinggi dikarenakan ada penambahan jenis ikan yang berada di daerah mangrove. Kottelat et al. (1993) menambahkan bahwa pada umumnya jenis ikan akan semakin beragam ke arah hilir seiring dengan bertambahnya ukuran sungai.
Perairan darat merupakan ekosistem di planet bumi yang sangat terdampak oleh aktivitas manusia dengan intensitas yang semakin meningkat (Kottelat et al. 1993; Dudgeon et al. 2006; Darwall dan Freyhof 2016). Di sisi lain, data dan informasi mengenai biodiversitas ikan beserta aspek lingkungannya pada umumnya masih minim. Padahal keberadaan jenis ikan tersebut mempunyai peranan penting dalam mendukung kehidupan manusia baik secara langsung dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani maupun ikan hias. Selain itu, secara ekologis keberadaan sumberdaya ikan sangat penting dalam menjaga keseimbangan di setiap ekosistem yang menjadi habitatnya. Berdasarkan kondisi seperti di atas, maka Food and Agriculture Organization (FAO) melalui hibah proyek Mainstreaming Biodiversity Conservation and Sustainable Use into Inland Fisheries Practices in Freshwater Ecosystems of High Conservation Value (Ifish Project) telah memilih lima DAS yang perlu dilakukan kajian terhadap biodiversitas ikan dan habitatnya (Assessment of Fish Biodiversity). Salah satunya adalah sungai Barito yang bagian bagian hulunya terletak di kaki pegunungan Muller yang merupakan perbatasan Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, dan untuk muara sungai Barito di Laut Jawa.
Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito tercatat mempunyai 29 sub DAS yaitu Kalimantan Selatan dengan 5 sub DAS dan Kalimantan Tengah 24 sub DAS. Bagian hulu dari DAS Barito terletak di Kalimantan Tengah dengan luas 3.274.430, ha, bagian tengah di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah 1.985.743,9 ha dan untuk bagian hilir seluas 1.064.890,2 ha berada di Kalimantan Selatan (Ruslan et al., 2013). Sumberdaya alam di sepanjang DAS Barito telah dimanfaatkan sebagai aset produksi dalam usaha tani sebagai peningkatan peran masyarakat. Menurut Sopiana et al (2018) bahwa DAS Barito termasuk kawasan pertumbuhan ekonomi yang meliputi perdagangan, pertanian, peternakan dan transportasi sungai. Selanjutnya dapat menambah pendapatan ekonomi dan diharapkan dapat mensejahterakan masyarakat.
Di sisi lain besarnya potensi yang termanfaatkan tidak diimbangi oleh pengawasan ekosistem di DAS Barito, sehingga dikhawatirkan akan cenderung menurunkan populasi habitat biota perairan khususnya ikan. Adapun pemerintah telah menerbitkan PP no 37 tahun 2012 tentang pengelolaan Daerah Aliran Sungai, dimana DAS Barito termasuk ke dalam DAS yang harus dipulihkan daya dukungnya. Selain itu DAS Barito sangat memerlukan tata kelola dari hulu (Kalimantan Tengah) ke hilir (Kalimantan Selatan) dan pelibatan dari berbagai pihak terkait seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah, akademisi, para pelaku usaha dan masyarakat. Dengan pengelolaan DAS Barito yang baik dan benar maka secara otomatis keanekaragaman jenis-jenis ikan didalamnya dapat terjaga kelestariannya.
-
Tujuan
Tujuan dari penyusunan dokumen kajian biodiversitas ikan dan habitatnya (Assessment of Fish Biodiversity) adalah memberikan data dan informasi bagi para pemangku kepentingan pada ekosistem perairan darat terutama di lokasi yang menjadi kegiatan IFish Project. Lokasi tersebut adalah Kabupaten Kampar, Sukabumi, Cilacap, Kapuas, dan Barito Selatan. Namun dokumen ini juga dapat digunakan bagi semua kalangan yang tertarik dengan biodiversitas ikan perairan darat. Dokumen ini mengungkap tentang profil DAS Barito, karakteristik ekosistem DAS Barito, biodiversitas ikan, jenis ikan ekonomis penting di DAS Barito, status jenis-jenis ikan di DAS Barito, serta ancaman terhadap kelestarian biodiversitas ikan yang ada di dalamnya. Selain itu, dokumen ini juga memberikan rekomendasi/strategi dalam rangka pengelolaan biodiversitas ikan di DAS Barito agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
No Comments