PROFIL DAS BARITO
2.1. Lokasi dan Gambaran Umum
Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito merupakan salah satu DAS besar yang mengalir di Pulau Kalimantan, dengan panjang 900 km, lebar 65 m dan luasan ± 6.325.064,8 Ha. Letak geografis DAS Barito dengan koordinat antara 113o13’12,9” BT sampai dengan 115o50’41,4” BT dan 0o46’59,1” LS sampai 3o43’40,3” LS (Gambar 2.1). Secara administratif, DAS Barito berada di 4 Provinsi yaitu Kalimantan Selatan seluas 1.912.880,2 ha, Kalimantan Tengah 4,379.264,6 ha, Kalimantan Timur 17.474,3 ha dan Kalimantan Barat 15.445,7 ha. Untuk Kalimantan tengah terdapat 4 Kabupaten yang dilewati DAS Barito yaitu Kabupaten Murung Raya, Barito Utara, Barito Selatan, dan Barito Timur, sedangkan Kalimantan Selatan dengan 13 kabupaten yaitu Kabupaten Balangan, Banjar, Barito Kuala, Hulu Sungai Selatan (HSS), Hulu Sungai Tengah (HST), Hulu Sungai Utara (HSU), Kota Banjar Baru, Kota Banjarmain, Kota Baru, Tabalong, Tanah Bumbu, tanah Laut, dan Kabupaten Tapin (Asyari, 2006; Ruslan et al., 2013; Yuda, 2016).
Gambar 2.1. Peta Daerah Aliran Sungai DAS Barito (Sumber: https://p3ekalimantan.menlhk.go.id/)
Berdasarkan daerah tangkapan (catchment area) DAS Barito terdiri atas 29 sub DAS yaitu Kalimantan Tengah 24 sub dan DAS Kalimantan Selatan dengan 5 sub DAS (Tabel 2.1). Bagian hulu dari DAS Barito terletak di Kalimantan Tengah, lalu bagian tengah di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah dan bagian hilir berada di Kalimantan Selatan (Ruslan et al., 2013).
Tabel 2.1. Sub DAS Barito dan Wilayah Administratif (Ruslan et al., 2013)
-
Kalimantan Tengah
-
Kalimantan Selatan
Adapun secara hidrologi DAS Barito berbatasan (Yuda, 2016);
-
Sebelah barat dengan DAS Kapuas Kecil (Kalimantan Tengah) dan DAS Kahayan
-
Sebelah timur dengan DAS Sampanahan, DAS Batulicin dan DAS Tabonio
-
Sebelah utara dengan DAS Kapuas Hulu (Kalimantan barat) dan DAS Mahakam Hulu
-
Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa.
2.2 Ekoregion dan Iklim
Ekoregion dari DAS Barito secara tidak langsung dapat menggambarkan ekoregion di Kalimantan, dimana posisi geografis lebih didominasi dataran denudasional, dataran fluvial, dataran gambut dan dataran marin (Gambar 2.2). Sedangkan untuk ecoregion perbukitan dan pegunungan vulkanik merupakan vulkanik yang sudah tua dan lebih terkonsentrasi di bagian tengah. Iklim di DAS Barito yaitu tropika basah yang mempunyai curah hujan relative tinggi dan air sungainya mengalir sepanjang tahun. Keberadaan air yang cukup tinggi membuat proses pelapukan terjadi secara intensif, yang mengakibatkan terbentuk dataran denudasional dengan jenis tanah podsolik dan spodosol yang kekurangan unsur hara. Untuk dataran fluvial dan gambut bervegetasi monsoon rawa air tawar atau air gambut pamah cenderung kurang subur karena mengandung pasir kuarsa. Dataran marin dapat didefinisikan sebagai dataran yang dipengaruhi pasang-surut air laut, oleh karena itu kondisi perairannya relative payau, tanahnya berlumpur dan banyak ditumbuhi mangrove. Ekoregion DAS Barito secara biofisik lingkungannya terdiri dari dataran (fluvial, Gambut Kompleks Kahayan - Kapuas – Mahakam, Pantai, Struktural Kompleks Meratus) pegunungan (Intrusif Batuan Beku Tua Kalimantan dan Struktural Kompleks Meratus) dan perbukitan (Karst Kalimantan dan Struktural Kompleks Meratus) (Yuda, 2016).
Gambar 2.2. Peta Ekoregion DAS Barito (Sumber: https://p3ekalimantan.menlhk.go.id/)
Iklim di DAS Barito masuk ke dalam kategori tropika basah, curah hujan cukup tinggi dengan air sungai yang mengalir sepanjang tahun sehingga ketersediaan airnya cukup melimpah.Temperatur atau suhu tergantung dari letak tingginya dari permukaan laut, di DAS Barito suhu berkisar 22,6o sampai 35o C, dengan kelembaban minimum 35 % dan maksimum 96%.
2.3 Topografi, Tutupan Lahan dan Lahan Kritis
Topografi atau penggambaran wilayah DAS Barito dapat terlihat di tabel 2.2. Disini terlihat bahwa topografi berkaitan erat terhadap terjadinya erosi dan sedimentasi, dimana pada daerah berbukit atau bergunung dengan kelerengan curam cenderung mempunyai potensi kerusakan lahan. Lereng curam menyebabkan kecepatan aliran air permukaan (surface run-off) relatif tinggi sehingga terjadi pengikisan tanah (Ruslan et al., 2013).
Tabel 2.2 Topografi DAS Barito
Sumber: Analisa dengan GIS, sumber Ruslan et al., 2013
Secara umum peta tutupan lahan Pulau Kalimantan dapat digolongkan menjadi 14 tipe yaitu pesawahan, perkebunan, kebun campur, semak belukar, padang rumput/sabana, rumput rawa, hutan lahan kering, hutan lahan basah, tanah terbuka, permukiman, pertambangan, danau, tambak, rawa, dan sungai (Gambar 2.3). Sedangkan pada tutupan lahan di DAS Barito terdapat 3 jenis yang dominan yaitu hutan lahan tinggi 41,45%, Semak Belukar (16,20 %), Kebun dan Tanaman Campuran (11,44 %). Tutupan tersebut harus tetap terjaga agar tidak terjadi peningkatan erosi tanah, banjir air permukaan (run off) tinggi, dan sedimentasi.
Gambar 2.3. Peta tutupan lahan DAS Barito (Sumber: https://p3ekalimantan.menlhk.go.id/)
Lahan kritis di DAS Barito akibat dari ketidak sesuaian kemampuan lahan dengan penggunaan lahan, sehingga diperlukan rehabilitas lahan (Tabel 2.3). Pada DAS Barito lahan kritis sebagian merupakan lahan yang kaya akan sumber daya alam permukaan maupun daerah dengan potensi sumber daya mineral. Terjadinya pembukaan lahan yang diperuntukkan untuk perkebunan, ladang yang luas dan adasnya galian atau penambangan menjadi salah satu faktor kerusakan hutan dan lahan yang masuk ke dalam tingkat kekritisan.
Tabel 2.3. Lahan Kritis DAS Barito (Sumber BPDAS Barito, 2013)
2.4. Kualitas Air
Kualitas air menjadi hal yang krusial dikarenakan habitat dari berbagai biota perairan khususnya ikan. Adapun kualitas air telah terdata di beberapa lokasi di DAS Barito (Tabel 2.4).
Tabel 2.4. Kualitas air di DAS Barito
Keterangan: *) Sumardiono et al (2022) **) Dwiyitno et al (2008) ***) Sofarini et al (2021)
Secara umum suhu air dan pH masih dalam batas normal, namun pada sebagian lokasi pH cenderung asam, dikarenakan mengandung gambut. Adapun kisaran nilai DO yang masih dapat ditolerir di perairan umum yaitu 2 ppm, jadi dapat terlihat bahwa semua lokasi terkecuali muara sungai barito **) berada di bawah ambang batas. Tingginya DO diantaranya dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis tumbuhan air dan adanya gerakan arus air. Sedangkan nilai COD masih dibawah ambang batas normal, namun untuk BOD cenderung tinggi dikarenakan masuknya limbah di sekitar muara sungai barito. Keberadaan tiga bahan yaitu Nitrat, Fosfat dan TSS, cenderung menunjukkan telah terjadi penurunan kualitas air. Dwiyitno et al (2008) menginformasikan bahwa di muara sungai barito terdeteksi kandungan merkuri (Hg), kadmium (Cd), tembaga (Cu), dan timbal (Pb).
2.5 Suaka Perikanan (reservat)
Ekosistem yang khas di DAS Barito adalah adanya suaka perikanan (reservat). Suaka perikanan merupakan ekosistem perairan yang mempunyai daerah terbatas, yang tertutup untuk berbagai hal penangkapan dan budidaya ikan, terkecuali untuk penelitian atau riset. Hal tersebut sesuai dengan UU No 31 tahun 2004 tentang, suaka perikanan yang didefinisikan sebagai suatu kawasan perairan yang mempunyai bagian tertentu yang ikannya tidak boleh ditangkap oleh siapapun, dengan cara apapun pada waktu kapanpun, serta dikelola dengan tujuan untuk kesejahteraan nelayan melalui peningkatan dan pelestarian produksi penangkapan ikan dari perairan sekitarnya. Jadi pembangunan suaka perikanan untuk melindungi jenis-jenis ikan endemik, terancam punah dan yang mengalami eksploitasi berlebih, hal tersebut dimaksudkan agar ikan mampu berkembangbiak alami (Prianto et al., 2007; Razi dan Patekkai., 2020).
Adapun untuk dapat menetapkankan suaka perikanan harus mempertimbangkan kepada kondisi ekologi perairan, dan melibatkan masyarakat nelayan setempat agar dapat membantu dalam menjaga, dan memantau keamanan suaka tersebut. Sedangkan lokasi yang akan dijadikan suaka perikanan harus memenuhi persyaratan ekologi, ekonomi dan sosial budaya sehingga keberadaannya dapat berfungsi dengan baik (Prianto et al. 2016). Umumnya luas perairan rawa yang dijadikan sebagai suaka perikanan adalah sekitar 5 - 40% dari luasan total rawa. Selain itu agar suaka perikanan mempunyai fungsi optimal, maka penutupan makrofita (tumbuhan air) tidak lebih dari 25 %. (Razi dan Patekkai., 2020).
Beberapa Suaka Perikanan yang terdapat di DAS Barito (Rupawan et al., 2004; Prasetyo dan Taufik 2005) antara lain: Suaka Perikanan Alalak Padang, Rawa Muning, Danau Bangkau, Awang Landas, Banyu Hirang, Danau Panggang. Danau Talan, sungai Sambujur dan Babirik. Melihat dan mengingat dampak positif dari keberadaan suaka perikanan ini, diharapkan lebih diperbanyak di DAS Barito dan dimaksimalkan fungsinya.
No Comments