Skip to main content

KARAKTERISTIK EKOSISTEM DAS KAMPAR

Ekosistem adalah sebuah sistem ekologi yang dibentuk dari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungan sekitarnya. Ekosistem juga bisa dimaknai sebagai tatanan kesatuan utuh dan menyeluruh yang terjadi antara unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Ekosistem sebagai suatu unit ekologi dimana didalamnya terdapat struktur dan fungsi. Struktur dalam ekosistem tersebut berhubungan dengan keanekaragaman spesies. Pada ekosistem yang memiliki struktur kompleks, maka akan terdapat keanekaragaman spesies yang cukup tinggi. Sedangkan fungsi yang dimaksudkan adalah yang berhubungan dengan siklus materi serta arus energi melalui komponen ekosistem. Ekosistem menurut woodbury merupakan tatanan kesatuan secara kompleks di sebuah wilayah yang terdapat habitat, tumbuhan dan binatang. Kondisi ini kemudian dipertimbangkan sebagai unit kesatuan secara utuh, sehingga semuanya dapat menjadi bagian mata rantai siklus materi serta aliran energi. Karakteristik DAS Kampar dapat dibedakan menjadi daerah hulu, tengah dan hilir berdasarkan ekosistem dan pemanfaatan yang ada:


3.1. Karakteristik Daerah Hulu

DAS Kampar berhulu di Bukit Barisan sekitar Sumatra Barat dan bermuara di pesisir timur Pulau Sumatra di wilayah provinsi Riau. Bagain hulu Kampar melewati wilayah Kabupaten Pasamanan, Kabupaten Limapuluh Koto, dan Kabupaten Kampar dengan panjang daerah aliran sekitar 170 km ke arah tengah dan kemiringan dasar sungai rata-rata 0,00287. Kondisi perairan di daerah hulu masih bersih sehingga dimanfaatkan sebagai sumber air bersih dan pembangkit listrik tenanga air (PLTA), salah satunya adalah PLTA Koto Panjang.

Di WS Kampar terdapat waduk/ Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Koto Panjang terletak di Kabupaten Kampar Kecamatan Kuok Desa/Kelurahan Merangin. Waduk dibangun dan dioperasikan sejak Tahun 1990. Besarnya tampungan waduk adalah 1.545 juta m3 dengan kapasitas produksi energi sebesar 114 MW. Luas Daerah Tangkapan Air (DTA) atau cathment area waduk adalah 2.633 Km2, dimana saat ini kawasan DTA dalam kondisi tidak kritis hanya ada 12 Km2. Selebihnya, kawasan DTA seluas 2.621 km2 dalam kondisi sangat kritis, kritis, agak kritis dan potensial kritis. Selanjutnya data teknis Waduk Kotopanjang di Kabupaten Kampar tertera pada Tabel 2.6. PLTA ini menggunakan air Sungai Kampar sebagai sumber penggerak turbinnya, saluran masuk In-take dam PLTA ini berada di daerah Rantau Berangin. PLTA Koto Panjang memiliki kapasitas terpasang 3 x 38 megawatt (114 MW). Pada musim kemarau, kemampuannya menyusut hanya menghasilkan 60 MW. Hal ini disebabkan terbatasnya debit air sungai tersebut. Secara tidak langsung, adanya bendungan ini juga menjadi ancaman terhadap penurunan kualitas habitat ikan di Sungai Kampar. Adanya bendungan tersebut menjadi barrier atau penghalang bagi jenis-jenis ikan yang dalam fase hidupnya mengalami ruaya, atau perpindahan habitat dari hulu sungai ke darah muara atau pesisir pantai dan sebaliknya dalam rangka bereproduksi. Saat ini waduk digunakan juga untuk memelihara ikan dalam karamba, atau lazim disebut sebagai Karamba Jaring Apung (KJA). KJA dibudidayakan oleh masyarakat tempatan, dan cenderung makin meluas.


Gambar 3.1. PLTA Koto Panjang di Provinsi Riau (Sumber: https://mediacenter.riau.go.id/)

 

Tabel 3.1. Data Teknik Waduk/PLTA Kotopanjang




3.2. Karakteristik Daerah Tengah

DAS Kampar bagian tengah memiliki panjang daerah aliran sejauh 160 km dan melewati Kabupaten Kampar, Kabupaten Indragiri hilir, Kota Pekanbaru dan Kabupaten Pelalawan dengan kemiringan dasar sungai 0,00287. Kondisi ekosistem di daerah tengah didominasi oleh tanaman perkebunan dan pertanian serta dimanfaatkan sebagai kawasan budididaya, areal irigasi, dan pemukiman. Di daerah tengah juga terdapat ekosistem rawa banjiran dan danau mati (oxbow lake).


a). Ekosistem Rawa Banjiran

Salah satu yang unik dan khas dari Sungai Kampar adalah tipe ekosistemnya yang merupakan tipe rawa banjiran. Ekosistem rawa banjiran merupakan ekosistem yang sangat beragam, baik secara spasial maupun temporal. Sebagai bagian ekosistem sungai, daerah ini dicirikan oleh fluktuasi air antara musim kemarau dan penghujan yang bervariasi sepanjang tahun. Habitat pada ekosistem sungai banjiran terdiri atas daerah lotik, yaitu alur sungai (river channels) baik yang besar atau yang kecil; daerah lentik yaitu daerah rawa, hutan, dan rumput yang tergenangi; serta danau atau genangan yang permanen dan semi permanen. Pada musim kemarau volume air sangat kecil dan hanya ditemukan pada sungai utama, cekungan-cekungan tanah (lebung) dan sungai mati (oxbow lakes); sedangkan pada musim penghujan air meluap menggenangi daerah paparan, danau, genangan dan alur-alur sungai. Kondisi ini menimbulkan beragamnya habitat yang tersedia bagi organisme akuatik. Tingginya keragaman habitat yang tersedia memungkinkan banyak spesies ikan memanfaatkan daerah ini dengan berbagai cara untuk menunjang proses kehidupannya seperti pemijahan, pengasuhan anak, mencari makan, dan habitat untuk ikan dewasa selama siklus hidupnya. Rawa banjiran terdapat di beberapa sungai di Indonesia seperti Sungai Kampar, Musi, Lempuing, Batanghari, Rokan, Kahayan, Barito, Mahakam, dan Kapuas merupakan ekosistem yang memegang peranan penting dalam produksi perikanan perairan tawar.

Rawa banjiran Sungai Kampar Kiri termasuk perairan yang memiliki kekayaan fauna ikan yang tinggi. Besarnya keragaman fauna ikan yang ditemukan terkait dengan heterogenitas habitat. Heterogenitas habitat secara spasial ditunjukkan dengan keragaman luas rawa banjiran di sekitar Sungai Kampar Kiri, mulai dari daerah Mentulik (di bagian hilir), Rantau Kasih sampai ke Simalinyang (hulu). Keragaman habitat secara temporal ditunjukkan oleh pertambahan luas rawa banjiran pada musim penghujan (musim banjir) ketika ikan-ikan yang berasal dari sungai melakukah ruaya lateral ke daerah rawa banjiran dan setelah air surut kembali ke sungai utama atau menetap di danau-danau oxbow. Tingginya keragaman fauna ikan yang ditemukan di daerah rawa banjiran Sungai Parana, Amerika Selatan merupakan ciri dinamika ekologi sebagai respon ikan terhadap heterogenitas habitat dan fluktuasi tinggi muka air. Parameter lingkungan yang bervariasi secara temporal seperti kedalaman, kecepatan arus, suhu, substrat dan oksigen terlarut mengambil peran utama menunjang keragaman kelompok ikan di daerah rawa banjiran Sungai Frazos, Texas. Beberapa studi menyatakan bahwa komunitas ikan di rawa banjiran tropis merupakan kelompok stokastik (stochastic assemblages) dengan faktor penyebab utama adalah perubahan tinggi muka air. Sementara rawa banjiran Sungai Kampar adalah habitat untuk migrasi dan reproduksi ikan belida.


b). Danau Oxbow

Riau merupakan daerah yang terkenal dengan potensi perairan umumnya, diantara perairan umum tersebut adalah danau oxbow yang terbentuk karena terputusnya aliran sungai akibat adanya aliran sungai baru. Terputusnya aliran sungai pada tikungan-tikungan besar menyebabkan terjadinya pendangkalan pada sungai utama sehingga arah aliran air menjadi berubah dan membentuk suatu danau oxbow (oxbow lake). Salah satu danau oxbow dari sekian banyak danau oxbow yang ada tersebut adalah oxbow Pinang. Dalam yang terdapat di Desa Buluh Cina Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Didaerah initerdapat oxbow sebanyak 12 (dua belas) oxbow dengan luas keseluruhan 30 ha, yaitu: 1). Rengas, 2). Tanjung Putus, 3). Baru, 4). Pinang, 5). Pinang Dalam, 6). Pinang Luar, 7). Kutit, 8). Tuok Tongah, 9). Tanjung Balam, 10). Tangon, 1l). Buntar, dan 12). Awang. Tujuh dari dua belas oxbow tersebut merupakan danau oxbow yang potensial sebagai objek wisata, yang memiliki daya tarik besar bagi para wisatawan. 

Oxbow Pinang Dalam merupakan oxbow yang terbentuk melalui pemutusan aliran sungai, pada bagian sungai yang berkelok-kelok akibat proses alami berupa pengendapan dan erosi. Pada waktu-waktu tertentu (pada saat banjir) akan bersatu dengan sungai induk (sungai Kampar). Pada waktu inilah ikan-ikan yang terdapat disungai akan masuk kedalam perairan oxbow tersebut. Oxbow ini memiliki luas lebih kurang 5 hektar dengan panjang 1.000 m, lebar 50 m dan kedalaman 5-10 m. Selain daya tarik sebagai objek wisata, danau ini memiliki produktivitas perikanan yang cukup tinggi sehingga merupakan daerah fishing ground yang dapat dijadikan tempat pengembangan usaha perikanan tangkap dan juga dijadikan wilayah konservasi perikanan (reservat). 

Upaya penangkapan yang dilakukan oleh nelayan di oxbow Pinang Dalam masih menggunakan alat tangkap tradisional. Disamping itu terdapat aktivitas penebangan pohon oleh masyarakat disekitar oxbow yang apabila kegiatan ini terus-menerus dilakukan akan memberikan pengaruh terhadap produktivitas oxbowterutama penurunan kualitas air sebagai media hidup organisme perairan. Jika keadaan ini terus berlanjut maka akan berpengaruh buruk terhadap komunitas organisme akuatik termasuk ikan. Kondisi perairan danau oxbow sangat dipengaruhi oleh musim, yakni fluktuasi antara musim hujan dan musim kemarau sepanjang tahun. Pada musim kemarau volume air sangat kecil dan tidak ada pemasukan air kedalam oxbow dari sungai, sedangkan pada musim hujan air sungai meluap dan memasuki oxbow sehingga ketinggian atau volume air oxbow bertambah. Kondisi ini menimbulkan beragamnya habitat yang tersedia bagi organisme akuatik.


3.3. Karakteristik Daerah Hilir

Hilir Sungai Kampar terletak di Desa Teluk Meranti Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Panjang daerah aliran hilir sekitar 250 km dari tengah ke arah bibir pantai dengan kemiringan dasar sungai 0,00005. Daerah hilir DAS Kampar merupakan ekosistem estuary dengan kondisi perairan payau dan didominasi oleh vegetasi hutan mangrove. Salah satu ciri khas dari bagian hilir adalah kemunculuan ombak bono yang merupakan fenomena pasang laut dengan ketinggian bisa mencapai 6 meter, dan menuju ke bagian tengah sungai hingga sejauh 17 km ke arah sungai. 

a). Ekosistem Muara dan Pantai

Secara alami kawasan muara dan pantai DAS Kampar, DAS Teluk, DAS Teluk dalam, DAS Teluk Berangin, DAS Upih dan DAS Solok, DAS Tanjung Sum, terlindung oleh hamparan hutan bakau/manggrove. Selain melindungi pantai dari bahaya abrasi gelombang laut, hutan bakau/mangrove juga merupakan tempat bertelur serta berkembang biak biota laut. Ketika kawasan hutan bakau mengalami pembalakan liar, terjadi kerusakan-kerusakan lingkungan pada kawasan muara dan pantai daripada DAS-DAS tersebut di Kabupaten Pelalawan.

b). Ombak Bono

Bono adalah fenomena alam yang terjadi pada ruas muara Sungai Kampar, di Kabupaten Pelalawan. Pada saat terjadi pasang laut dengan kondisi tertentu, timbul gelombang pasang besar Bono setinggi > 6 meter. Gelombang tinggi ini datang susul menyusul/berketerusan dan terus menghulu sungai dan baru sama sekali habis sesampai hampir mendekati Kota Pangkalan Kerinci. Gelombang Bono dapat membahayakan keselamatan navigasi dan menyebabkan kelongsoran pada tebing kiri dan kanan sungai, serta membanjiri kawasan pemukiman. Fenomena Bono selalu terjadi setiap tahun, umumnya terjadi pada puncak bulan kemarau yakni Bulan September hingga November.


Gambar 3.2. Fenomena ombak bono di bagian hilir Sungai Kampar