Skip to main content

2.2. Persiapan Implementasi EAFM di Perairan Darat

Pengelolaan perikanan perairan darat bersifat lebih unik dibandingkan dengan pengelolaan perikanan laut. Kegiatan perikanan tangkap di laut lebih didominasi oleh kegiatan ekonomi, sehingga armada, alat tangkap, daerah penangkapan, waktu/musim penangkapan, dan hasil tangkapan semuanya didata secara terstruktur, termasuk berbagai perizinan usaha yang melekat dengan skala kegiatan. Sedangkan pada perikanan perairan darat, sumber daya ikan utamanya adalah ikan asli (native species) Indonesia yang lebih rentan terhadap gangguan dan nilai ekonominya lebih bersifat lokal. Selain itu, perikanan perairan darat sangat terkait dengan ketahanan pangan lokal dan sosiokultural masyarakat sekitarnya. Meskipun demikian, secara prinsip domain-domain yang ada pada EAFM perairan laut dapat diterapkan pula pada EAFM perairan darat, dengan beberapa modifikasi indikator sesuai dengan karakteristik dari perikanan perairan darat itu sendiri. Dengan demikian, kondisi terkini dari pelaksanaan EAFM di perairan darat dapat dinilai, sehingga dapat dijadikan dasar bagi upaya-upaya perbaikannya.
Perencanaan strategi lebih menitikberatkan pada formulasi strategi untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan pada rencana kebijakan.  Strategi yang dipilih bisa saja berasal dari kesepakatan strategi yang berlaku secara umum, baik di level nasional maupun internasional, misalnya pengurangan tangkapan ikan bukan target atau by-catch practices, penanggulangan pencemaran perairan, pengurangan risiko terhadap nelayan dan sumber daya ikan, penetapan kawasan konservasi atau fish refugia site approach, dan lain sebagainya. Menurut Cochrane (2002), rencana strategi tersebut paling tidak juga memuat instrument aturan main dan perangkat pengelolaan input dan output control yang disusun berdasarkan analisis risiko terhadap keberlanjutan sistem perikanan itu sendiri. Secara diagramatikal, proses implementasi EAFM di Perairan Darat dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini :

image.png

i.    Identifikasi tim EAFM dan fasilitator;
ii.    Koordinasi dengan stakeholders terkait;
iii.    Membentuk kelompok stakeholders kunci;
iv.    Menyusun rencana kerja; dan
v.    Menyiapkan dasar hukum untuk implementasi EAFM.
Dalam upaya melibatkan stakeholders, yang menjadi tahap kritis antara lain mengidentifikasi stakeholders yang potensial, meningkatkan kesadaran tentang proses EAFM, dan melibatkan mereka dalam berbagai tahap proses EAFM (rencana awal, dan implementasi, dan monitoring). Pelibatan pemangku kepentingan diperlukan untuk mengidentifikasi kesamaan tujuan, peran, dan tanggung jawab stakeholders.


Tugas i.  Identifikasi Tim EAFM Dan Fasilitator 
Tim EAFM sebaiknya menjadi suatu kelembagaan yang formal, sebagai wadah koordinasi dan konsultasi para pemangku kepentingan terkait selama proses perencanaan EAFM, sehingga menciptakan komunikasi dan arus informasi dua arah, serta tersedianya lingkungan pengambilan keputusan yang transparan dan adil dan jelas. Kepastian dukungan dan kemampuan mengelola konflik akan menjadi kunci bagi tim EAFM dalam memandu proses implementasi rencana EAFM. Tim EAFM merupakan representasi dari semua kelompok pemangku kepentingan. Kunci utama bagi Tim EAFM yaitu ditetapkannya pemangku kepentingan kunci yang memiliki tugas, peran, dan kewenangan yang dominan sebagai fasilitator untuk memandu proses implementasi EAFM mulai dari perencanaan. 
Jaringan pemangku kepentingan yang perlu dilibatkan dalam EAFM di Perairan Darat sangat kompleks (lihat Gambar 3), baik dari segi hubungan vertikal (nasional untuk lokal), hubungan horizontal (antara pengguna yang berbeda dari sumber daya air), dan dalam hal cakupan geografis. 
Semua stakeholder perlu diundang ke pertemuan awal pembentukan Tim EAFM. Selanjutnya, untuk memilah kapasitas seluruh stakeholders perlu dilakukan analisis kedudukan pemangku kepentingan, agar dapat diidentifikasi mitra potensial atau kelompok yang dapat mendukung atau berpotensi menghambat EAFM. Salah satu kerangka analisis stakeholder dapat dilihat pada Gambar 4 serta kriteria pemangku kepentingan dikelompokan berdasarkan besarnya kepentingan dalam proses EAFM (sumbu Y) dan seberapa besar pengaruh yang mereka miliki dalam proses EAFM (sumbu X).

Stakeholders yang berada di kotak hijau merupakan stakeholders kunci keberhasilan EAFM, sehingga perlu terus dimotivasi sebagai 'sekutu' dan sangat perlu diyakinkan tentang pentingnya EAFM di Perairan Darat. Stakeholders yang berada di kotak kuning tidak tertarik dan memiliki pengaruh kecil, sehingga perlu terus diinformasikan dan dilibatkan, dengan usaha dan pemantauan minimal. Stakeholders yang berada di kotak biru memerlukan strategi aktif, sehingga mereka bisa menjadi pendukung potensial dengan menggunakan pengaruhnya untuk mendukung proses EAFM. Namun, beberapa dari para stakeholders yang berpengaruh tinggi juga dapat menghambat/menghalangi proses EAFM (untuk keuntungan politik atau lainnya), sehingga mereka perlu secara aktif dimonitor. Stakeholders yang berada di kotak merah sering kali yang paling terkena dampak, karena tidak memiliki kekuatan atau suara dalam proses EAFM, sehingga mereka perlu diakomodasi kepentingannya dalam proses EAFM.


Tugas ii. Koordinasi Dengan Pemangku Kepentingan Terkait
Dalam rangka pembentukan Tim EAFM memerlukan koordinasi, konsultasi, kerja sama, dan pengambilan keputusan bersama, tidak hanya antar pemangku kepentingan di bidang perikanan, tetapi juga antar sektor lainnya yang berdampak pada perikanan atau dipengaruhi oleh perikanan. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memetakan tugas, peran, dan kewenangan seluruh pemangku kepentingan yang terkait dan memastikan bahwa seluruh pemangku kepentingan mendapatkan informasi dan terlibat sejak awal proses perencanaan EAFM, guna menyelaraskan dukungan di berbagai tingkat pemangku kepentingan dan menghindari situasi tumpang tindih kebijakan/dukungan. 
Dalam rangka koordinasi perlu dilakukan pertemuan untuk meningkatkan kesadaran pemangku kepentingan untuk membentuk hubungan kerja sebagai mitra. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam koordinasi, termasuk:
●    Secara resmi memperkenalkan eafm kepada calon mitra; 
●    Menjawab pertanyaan tentang EAFM; 
●    Membangun hubungan dengan calon mitra; 
●    Mengidentifikasi peran mitra; 
●    Pelatihan dan peningkatan kesadaran; 
●    Pengumpulan data dasar dan informasi di unit pengelolaan; dan
●    Pertemuan dengan para pemimpin lokal untuk memperoleh dukungan.

Tugas iii. Membentuk Kelompok Pemangku Kepentingan Kunci
Kelompok kunci memiliki fungsi untuk:
●    Mengembangkan dialog dan merangsang diskusi EAFM; 
●    Memfasilitasi organisasi masyarakat; 
●    Membantu pemangku kepentingan memahami EAFM; 
●    Mengidentifikasi masalah, masalah, dan kesempatan dalam melibatkan para pemangku kepentingan; 
●    Membantu dalam proses pengambilan keputusan EAFM ; 
●    Mengidentifikasi para pemangku kepentingan lain dan kelompok pemangku kepentingan; dan 
●    Mengumpulkan dan menyebarkan informasi di antara anggota masyarakat.


Tugas iv. Menyusun Rencana Kerja
Setelah melakukan identifikasi tim EAFM dan fasilitator, koordinasi dengan pemangku kepentingan terkait, dan membentuk kelompok pemangku kepentingan kunci. Tim EAFM perlu menyusun rencana kerja yang berisi strategi dan langkah-langkah distribusi tugas dan kewenangan dalam proses perencanaan EAFM. Pada tahap ini penting untuk mempertimbangkan anggaran yang tersedia. 
Di banyak negara, proses ini akan melibatkan tokoh masyarakat adat atau lembaga adat, tetapi masih memungkinkan bagi kelompok masyarakat lainnya untuk ikut berpartisipasi. Konteks budaya dan sosial akan menjadi pertimbangan penting dalam melaksanakan kegiatan/pekerjaan yang melibatkan para pemangku kepentingan di semua tempat dan di semua skala.
Rencana kerja menguraikan serangkaian kegiatan yang akan dilakukan selama fase persiapan EAFM (misalnya pertemuan stakeholder), urutan kegiatan, dan tanggung jawab individual untuk setiap kegiatan. Rencana kerja harus ditetapkan setepat mungkin untuk setiap kegiatan yang akan dilakukan, siapa yang melakukan, tanggal berapa dilakukan, dan berapa anggaran yang dibutuhkan. Sehubungan dengan kebutuhan anggaran, dalam menyusun rencana kerja juga harus mengidentifikasi sumber-sumber pendanaan jangka pendek untuk memulai proses perencanaan. 


Tugas v.   Menyiapkan Dasar Hukum Untuk Implementasi EAFM
Dalam rangka implementasi EAFM di perairan darat, perlu disiapkan dasar hukum agar EAFM di perairan darat memiliki mandat legislatif atau kebijakan secara formal. Sebagai pembanding, dalam praktik co-management, dasar hukum dapat memberikan kewenangan masyarakat setempat untuk mengelola dan seterusnya. Sebagai contoh, di banyak negara Pulau Pasifik, kepemilikan tradisional laguna dan karang diklaim oleh masyarakat pesisir yang berdekatan. Di beberapa negara, pengembangan peraturan pengelolaan perikanan mencakup ketentuan-ketentuan untuk melakukan otorisasi. Dengan demikian, meninjau dasar hukum bagi EAFM sangat penting untuk memahami kebijakan yang mendukung atau tidak mendukung.