3.1. Keterlibatan Stakeholder
Setelah stakeholder teridentifikasi, maka perlu untuk memahami sikap dan posisi mereka dalam kaitannya dengan EAFM. Pengamatan dilakukan untuk memastikan partisipasi semua pemangku kepentingan utama. Memperluas keterlibatan stakeholders dalam proses pengelolaan adalah prinsip utama EAFM. Melalui konsultasi dan negosiasi, para mitra mengembangkan perjanjian formal pada peran, tanggung jawab, dan hak masing-masing dalam pengelolaan. Mereka yang terlibat dalam EAFM memiliki hak dan tanggung jawab dalam mendesain dan melaksanakan tindakan/aksi pengelolaan.
Keterlibatan stakeholder berlanjut sepanjang proses EAFM dan dapat terus berkembang. Kegiatan pelibatan pemangku kepentingan membangun pengetahuan kelembagaan tim EAFM, pemangku kepentingan utama dan berpartisipasi mitra, lembaga, dan institusi. Manfaat pelibatan stakeholders (partisipatif) secara umum antara lain:
● Memungkinkan proses pemberdayaan yang mendorong kepercayaan dan kemandirian, serta dapat menjadi katalis untuk perubahan;
● Efektifitas biaya;
● Cepat dalam implementasi rencana EAFM;
● Meningkatkan rasa kepemilikan yang lebih besar; dan
● Membangun hubungan dan kemitraan.
Tiga pilar pendekatan partisipatif:
● Sikap dan perilaku: sikap dan perilaku fasilitator sangat penting untuk keberhasilan partisipatif. Fasilitator harus netral, mengelola diskusi secara adil dan melibatkan semua yang hadir.
● Sarana: ada berbagai sarana yang dapat digunakan untuk mendapatkan partisipasi dari seluruh anggota populasi. Sarana hanya efektif jika digunakan dengan sikap dan perilaku seperti yang dijelaskan di atas.
● Berbagi: berbagi informasi, pengetahuan, pendapat dan perasaan adalah elemen kunci dari proses partisipatif. Melalui berbagi ini, orang-orang diberdayakan dan masalah dapat dibicarakan dan diselesaikan, atau setidaknya dibawa ke forum diskusi secara terbuka.
Pendekatan partisipatif bertujuan untuk memberdayakan masyarakat dan kelompok-kelompok yang paling rentan dan kurang mampu dalam menjamin kebutuhan, sehingga kepentingannya terwakili dalam setiap pengambilan keputusan. Agar proses EAFM berhasil, pria dan wanita pengguna sumber daya, organisasi lokal dan masyarakat, serta pejabat pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya harus aktif dalam mengambil kendali dan membuat keputusan. Untuk melakukannya mereka akan perlu untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman pengelolaan sumber daya perikanan di dalam suatu ekosistem.
Co-management
Terdapat hubungan yang kuat (saling ketergantungan) antara pendekatan ekosistem dan co-management (lihat Gambar 5).
Co-management dapat juga didefinisikan sebagai pengaturan kemitraan dalam komunitas pengguna sumber daya lokal, pemerintah, pemangku kepentingan lainnya dan agen eksternal berbagi tanggung jawab dan kewenangan untuk pengelolaan perikanan, dengan berbagai tingkat pembagian kekuasaan.
Beberapa keuntungan co-management diantaranya:
● proses manajemen akuntabel, transparan, dan otonom;
● masyarakat yang lebih demokratis dan partisipatif;
● lebih ekonomis daripada sistem terpusat;
● nelayan dan stakeholder kunci mengambil tanggung jawab untuk sejumlah fungsi manajerial;
● masyarakat dan pengguna sumber daya mengembangkan strategi manajemen yang fleksibel dan kreatif, yang memenuhi kebutuhan dan kondisi khusus;
● solusi lokal untuk masalah lokal; dan
● meningkatkan pelayanan dan kesadaran masyarakat pengelolaan air dan sumber daya pesisir.
Pendekatan co-management dapat diterapkan dalam skala apapun, mulai dari skala tunggal, multi-stakeholder, multi-sumber daya, situasi multi guna, yang akan muncul dalam konteks manajemen terpadu. Peningkatan kesadaran adalah unsur yang sangat penting dalam transformasi stakeholder menjadi mitra aktif dalam co-management. Sebagai bagian dari proses keterlibatan stakeholder EAFM, kampanye peningkatan kesadaran harus mencakup kegiatan yang relevan dengan pemangku kepentingan dan tujuan mereka untuk keberlanjutan, dan yang menekankan hubungan antara kegiatan penggunaan sumber daya lokal dan kualitas lingkungan.
Keberhasilan co-management secara langsung juga berkaitan dengan masyarakat terorganisir dengan baik yang telah diberdayakan untuk mengambil tindakan untuk mengelola dan melestarikan sumber daya ikan dan lingkungannya. Mobilisasi masyarakat untuk EAFM jauh lebih sukar dari sekedar membangun organisasi. Mulai dari proses pemberdayaan, membangun kesadaran, memperkenalkan nilai-nilai dan perilaku baru, membangun kemandirian, membangun hubungan, pengembangan organisasi dan kepemimpinan, dan memungkinkan masyarakat untuk mengambil tindakan. Dengan demikian, masyarakat siap untuk mengambil bagian dan berkontribusi pada proses EAFM melalui co-management.
No Comments