Skip to main content

2.2. Tindakan Pengelolaan, Kepatuhan, Keuangan dan Finalisasi Rencana EAFM

Dalam pengelolaan perikanan konvensional, umumnya tindakan pengelolaan hanya fokus pada pelaku perikanan untuk memanfaatkan sumber daya ikan secara berkelanjutan, misalnya dengan mengendalikan jenis alat tangkap dan musim penangkapan ikan. Namun dalam pengelolaan perikanan berbasis ekosistem/EAFM, tindakan pengelolaan perikanan harus meliputi: (i) tindakan pengelolaan perikanan terkait lingkungan sumber daya ikan; (ii) teknologi penangkapan ikan; (iii) sosial; (iv) ekonomi; (v) kelompok jenis ikan yang dikelola; (vi) tata kelola; (vii) pemangku kepentingan.

 

Tabel 2. Tindakan pengelolaan EAFM.

Ukuran

Contoh

Penangkapan ikan (misalnya jenis alat kontrol)


Mengontrol penangkapan dan usaha:

  • kontrol input (misalnya, entri terbatas, batas kapasitas alat tangkap, batas lokasi penangkapan ikan, hak pemanfaatan tradisional);

  • kontrol keluaran (misalnya total tangkapan yang diizinkan (TAC);

Kontrol spasial (misalnya penutupan kawasan, kawasan perlindungan ikan, dan kawasan larang tangkap).

Kontrol temporal (misalnya penutupan musiman; melindungi agregasi pemijahan).

Manipulasi ekosistem

Modifikasi habitat, penanaman (perbaikan) habitat riparian.

Restorasi konektivitas (seperti pembangunan fishway), melembagakan environmental flow.

Manipulasi populasi stok, seperti restocking dan pengayaan stok

Pembangunan berbasis masyarakat

Diversifikasi pendapatan (misalnya keterampilan mata pencaharian alternatif)

Pengembangan kapasitas Sumber Daya Manusia

Bekerja sama dengan pihak lain

Bekerja sama dengan lembaga irigasi

Bekerja sama melalui program Germadan (Gerakan Penyelamatan Danau)

Negosiasi dengan hydropower operator (PLTA) untuk volume debit air, frekuensi, dan jalur migrasi ikan

Bekerja sama dengan pengelola Daerah Aliran Sungai (DAS)

Sumber: FAO Inland EAFM Handbook for Trainees, 2019

 

Ketika memenuhi tujuan pengelolaan EAFM, maka tindakan pengelolaan EAFM dapat mencakup rencana pengelolaan dan tindakan yang dilakukan melalui strategi pengelolaan seperti perencanaan tata ruang perairan darat. Dalam banyak kasus, akan ada beberapa tindakan pengelolaan yang dapat mencapai tujuan tertentu dan datanya dapat dikumpulkan melalui sesi curah pendapat dengan anggota masyarakat, dibantu oleh kelompok pemangku kepentingan dan lembaga pemerintah terkait. Penentuan tindakan pengelolaan dengan metode diagram pohon (Gambar 2) dapat digunakan untuk mendorong anggota masyarakat agar dapat mengusulkan tindakan pengelolaan yang akan memecahkan masalah tertentu. Daftar semua tindakan pengelolaan yang mungkin dilakukan sangat penting dipersiapkan untuk setiap tujuan pengelolaan dengan memberikan perhatian pada kemudahan penerapannya, kemungkinan keberhasilannya, kelayakannya, dan pembiayaannya.


Gambar 2. Contoh diagram pohon dalam pada identifikasi masalah (FAO, 2019)

Tindakan pengelolaan EAFM dapat berisi rencana pengelolaan dan tindakan yang diambil melalui strategi pengelolaan lain seperti Pengelola Daerah Aliran Sungai, Zona Perlindungan Ikan, Perencanaan Lanskap terintegrasi/RTRW apabila sesuai dengan tujuan pengelolaan EAFM.


Keputusan atau Aturan Pengendalian

Tindakan pengelolaan yang akan dilakukan secara bersama (co-management) sebaiknya disertai dengan aturan tentang bagaimana tindakan tersebut akan diimplementasikan oleh setiap stakeholder. Dalam praktiknya, ini sering dikembangkan kemudian selama proses. Aturan tersebut akan mengatur/mengarahkan tindakan yang akan diambil dalam kondisi yang berbeda, sebagaimana ditentukan oleh indikator kinerja. Dalam konteks perikanan skala kecil, tindakan pengelolaan harus pragmatis (misalnya terkait dengan penegakan yang lebih ketat jika tindakan tertentu tidak berhasil).

Kuncinya adalah mencoba dan menyepakati apa yang mungkin terjadi dan bagaimana bereaksi terhadap setiap perubahan pada nilai indikator. Ini memberikan tingkat kepastian bagi para pemangku kepentingan. Aturan keputusan sangat penting untuk diketahui dan dipahami secara luas. Dalam kasus tertentu, aturan keputusan dapat bersifat kuantitatif (misalnya, mengubah durasi musim tutup perikanan komunitas sebagai fraksi kelimpahan yang ditentukan sebelumnya, ditentukan oleh penilaian tangkapan yang dibuat oleh nelayan di komunitas) atau, kualitatif misalnya, nilai tertentu dari suatu indikator memicu keputusan untuk melakukan tinjauan pengelolaan bersama (co-management)


Tindakan Pengelolaan dan Aturan dan Regulasi

Praktik yang baik adalah mengembangkan seperangkat aturan dan regulasi sebagai dokumen pendamping rencana EAFM. Karena rencana EAFM dimaksudkan sebagai referensi jangka panjang (meskipun dengan adaptasi dan perubahan reguler), tindakan pengelolaan dalam rencana EAFM harus cukup umum misalnya membatasi ukuran mata jaring insang atau menetapkan area atau periode tertutup.

Spesifikasi yang tepat dari tindakan ini paling baik diatur dalam sebuah aturan dan peraturan (misalnya ukuran mata jaring minimum = 5 cm; musim tutup 4 minggu mulai 1 Juni). Hal ini karena lebih mudah untuk mengubah aturan dan peraturan keputusan, daripada rencana EAFM itu sendiri (walaupun ini tergantung pada bagaimana rencana EAFM.

Peraturan bisa bersifat formal atau informal dibuat oleh masyarakat untuk rencana EAFM, mereka mungkin terbukti lebih efektif daripada hukum dan aturan top-down, jika ada dukungan masyarakat yang baik.


Kepatuhan dan penegakan adalah konsep yang berbeda tetapi saling melengkapi. Kepatuhan dicapai ketika tindakan nelayan dan/atau stakeholder di sektor perikanan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang relevan, sedangkan penegakan adalah tindakan menegakkan atau memastikan ketaatan dan/atau kepatuhan terhadap aturan dan peraturan. Kepatuhan adalah hasil dari penerimaan secara sukarela, dan tindakan sesuai dengan aturan dan peraturan pengelolaan.

Ketika aturan dan peraturan dilanggar, penegakan adalah tindakan yang diambil terhadap mereka yang bertanggung jawab atas ketidakpatuhan. Tugas menyeimbangkan kepatuhan dengan penegakan mensyaratkan bahwa pengelola sumber daya harus menjadikan kepatuhan sebagai hasil yang lebih disukai dibandingkan dengan tindakan penegakan. Setiap sistem kepatuhan dan penegakan harus akuntabel, sah, adil, dan fleksibel. Kepatuhan paling baik dicapai ketika nelayan memandang pengelolaan sebagai hal yang sah dan adil, ilmu pengetahuan dapat diandalkan dan dapat dipercaya, yaitu terdapat kegiatan pemantauan, pengendalian, dan pengawasan yang efektif, dan hukuman yang efektif untuk mengurangi insentif ekonomi bagi pelanggaran.

Sistem penegakan berusaha meningkatkan kepatuhan terhadap aturan yang mengatur penggunaan sumber daya dengan memantau perilaku pengguna dan menghukum mereka yang terlibat dalam aktivitas terlarang. Dengan meningkatkan bobot dan kemungkinan sanksi dengan demikian, meningkatkan biaya peluang ketidakpatuhan, sistem penegakan bertindak langsung pada pengguna sumber daya untuk mendorong kepatuhan terhadap aturan yang ditetapkan. Sistem penegakan juga membentuk kepatuhan secara tidak langsung. Dengan membentuk persepsi tingkat kepatuhan secara keseluruhan, sistem penegakan mempengaruhi tingkat “kepatuhan kontingen”, dengan individu mendasarkan keputusan mereka untuk mematuhi aturan pada tingkat kepatuhan (yang dirasakan) oleh orang lain. Melalui rancangan mekanisme sanksi dan persepsi “keadilan” para penegak hukum, sistem penegakan juga membentuk persepsi legitimasi.


Monitoring, Control, and Surveillance (MCS)

Dalam jargon perikanan, penegakan, dan kepatuhan terhadap, tindakan pengelolaan dikenal sebagai “Monitoring, Control and Surveillance (MCS).” MCS adalah mekanisme untuk melaksanakan tindakan pengelolaan yang telah disepakati. Komponen MCS terdiri dari:

  1. monitoring (Pemantauan) – pengumpulan dan analisis informasi yang relevan dengan kepatuhan;

  2. control (Pengendalian) – aturan yang mengatur perikanan; dan

  3. surveillance (Pengawasan) – mengamati dan mengawasi untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan penangkapan ikan.

Yang perlu diperhatikan adalah bahwa penggunaan terminologi “Pemantauan” ini memiliki makna/cakupan yang berbeda dengan yang digunakan dalam istilah “Pemantauan dan Evaluasi (P&E)”. Pemantauan kepatuhan dapat dianggap sebagai bagian khusus dari pemantauan yang lebih besar untuk P&E. Pemantauan kepatuhan mencakup pengumpulan informasi tentang apa yang terjadi di perikanan.

Kontrol adalah aturan sumber daya perikanan yang dapat dimanfaatkan, sebagaimana diatur dalam undang-undang perikanan nasional, rencana EAFM dan pengaturan lainnya (seperti aturan adat).

Pengawasan melibatkan pengaturan dan supervisi kegiatan penangkapan ikan untuk memastikan bahwa aturan penangkapan ikan dan tindakan pengelolaan dipatuhi. Kegiatan ini sangat penting untuk memastikan bahwa perikanan tidak dieksploitasi secara berlebihan, perburuan diminimalkan dan tindakan pengelolaan bersama diterapkan.

Ini memberikan dasar dengan pengelolaan perikanan (melalui MCS) diimplementasikan. MCS membutuhkan: 

  • Kerja sama dan koordinasi lintas lembaga, kelompok nelayan dan stakeholder yang memiliki kesepakatan; 

  • pelatihan dan sumber pembiayaan (keuangan); 

  • pendidikan dan peningkatan kesadaran;

  • pengawasan; dan 

  • sanksi yang efektif baik oleh aparat berwenang maupun masyarakat (sanksi sosial)

Top Down and Bottom-Up Compliance and Enforcement

Penegakan dapat dilakukan secara “top-down” (yaitu penegakan patroli perikanan) dan/atau “bottom-up” (yaitu penjaga ikan lokal dan melalui pengelolaan bersama). Sementara pemerintah pusat dan daerah memiliki tanggung jawab untuk penegakan hukum, penegakan peraturan oleh nelayan semakin sering terjadi ketika pemerintah kekurangan sumber daya keuangan atau manusia untuk MCS.

Dalam beberapa kasus, nelayan ditunjuk untuk melakukan penegakan hukum, sementara dalam kasus lain mereka dapat diberikan nomor telepon “hotline” untuk menelepon dan melaporkan kegiatan ilegal. Kamera ponsel kini rutin digunakan oleh kelompok nelayan, untuk mendokumentasikan kegiatan ilegal. Pengguna sumber daya juga dapat memutuskan untuk menegakkan peraturan sendiri ketika mereka yakin bahwa mereka mendapat manfaat dari kepatuhan terhadap peraturan.

Idealnya, penegakan sendiri harus secara formal diberdayakan melalui kesepakatan dengan instansi pemerintah yang bertanggung jawab sehingga sah. Jika tidak, maka akan ada bahaya penegakan hukum dengan main hakim sendiri.

Penegakan lebih dari sekadar kehadiran polisi bersenjata yang memiliki wewenang untuk menangkap orang; itu melibatkan penerapan berbagai pendekatan oleh berbagai lembaga dan pemangku kepentingan untuk mengubah atau memodifikasi perilaku. Intervensi penegakan dapat berupa tindakan pencegahan 'lunak' atau sanksi 'keras'.

Pendekatan penegakan lunak mempromosikan kepatuhan sukarela dengan persyaratan hukum tanpa pergi ke pengadilan. Penegakan lunak berfokus pada dinamika sosial dan budaya kepatuhan yang dapat digunakan untuk: (a) mempertahankan kepatuhan yang meluas, (b) mendorong kepatuhan sukarela, dan (c) mencapai pencegahan umum.

Negatif atau ‘penegakan keras’ menggunakan sangsi legal yang dijatuhkan oleh pengadilan atau otoritas pengatur untuk pencegahan. Pendekatan ‘penegakan keras’ / ‘hard enforcement’ memiliki satu tujuan, yaitu untuk mengidentifikasi, menemukan dan menekan pelanggar dengan menggunakan semua instrumen hukum yang memungkinkan.


Tabel 3. Contoh ‘soft enforcement’ dan ‘hard enforcement’

Soft enforcement atau pendekatan positif

Hard enforcement atau pendekatan keras

  • Pemasaran sosial

  • Mobilisasi sosial

  • Best Practice pengelolaan sumber daya akuatik

  • Legislasi dan regulasi

  • Pendidikan dan keterjangkauan informasi

  • Pemantauan dan evaluasi

  • Kehadiran aparat penegak hukum/pengawas perikanan secara terus menerus dan berkelanjutan

  • Kegiatan yang konsisten untuk mendeteksi, menangkap dan mengadili para pelanggar dan menjatuhkan sanksi yang sesuai

  • Strategi yang tepat dan efektif untuk menangkap pelanggar yang berulang

  • Menegasikan semua manfaat ekonomi dari kegiatan ilegal

Sumber: FAO Inland EAFM Handbook for Trainees, 2019

C. Pembiayaan/Keuangan

Mengembangkan EAFM sangat memerlukan anggaran sehingga memerlukan sumber pendanaan yang terjamin. Dana harus tersedia untuk mendukung berbagai kegiatan yang terkait dengan perencanaan, pelaksanaan, dan koordinasi. Pendanaan, terutama pendanaan yang cukup, tepat waktu dan berkelanjutan, sangat penting untuk keberlanjutan proses EAFM. Pada tahap awal implementasi, pendanaan mungkin diperoleh dari organisasi donor eksternal atau proyek pembangunan besar. Sumber pendanaan ini mungkin atau mungkin tidak berlanjut dalam jangka panjang. Program sering gagal ketika sumber pendanaan dari luar berhenti. Oleh karena itu, penting untuk menerapkan mekanisme pembiayaan berkelanjutan alternatif. Proses EAFM harus didukung dan diterima oleh masyarakat sehingga para pemangku kepentingan cukup percaya diri untuk menginvestasikan waktu dan dana.

Pilihan mekanisme pembiayaan yang akan digunakan dalam kasus tertentu harus didasarkan pada analisis beberapa faktor kelayakan:

  • Keuangan (pendanaan yang dibutuhkan, perolehan pendapatan, aliran pendapatan, kebutuhan tiap tahun);

  • hukum (dukungan hukum untuk mekanisme pembiayaan, diperlukan undang-undang baru);

  • administratif (tingkat kesulitan untuk mengumpulkan dan menegakkan, komplikasi dan biaya, potensi korupsi, kebutuhan staf);

  • sosial (siapa yang akan membayar, kesediaan untuk membayar, kesetaraan, dampak);

  • politik (dukungan pemerintah, dipantau oleh sumber eksternal); dan

  • dampak lingkungan. 

Berdasarkan pada situasi dan dukungan dari pemerintah, berikut ini adalah beberapa sumber pendapatan alternatif yang tersedia:

Tabel 4.Sumber Pendapatan Alternatif

Jenis Pendapatan

Sumber Pendapatan

Alokasi pendapatan pemerintah

  • Alokasi langsung dari anggaran pemerintah;

  • obligasi dan pajak pemerintah yang dialokasikan untuk konservasi; dan

  • keringanan hutang.

Hibah dan donasi


  • Hibah donor bilateral dan multilateral;

  • yayasan;

  • NGO;

  • sektor swasta; dan

  • dana perwalian (Trust Fund).


Pendapatan pariwisata


  • Biaya (masuk, berperahu, memancing, ekowisata);

  • operasi otoritas manajemen yang terkait dengan pariwisata;

  • pajak hotel;

  • biaya dan pajak pengunjung; dan

  • kontribusi sukarela oleh wisatawan dan operator pariwisata.

Hak real estat dan pengembangan

  • Pembelian atau sumbangan tanah dan/atau properti bawah air;

  • hak pengembangan yang dapat diperdagangkan dan perbankan lahan basah; dan

  • konsesi konservasi.

Pendapatan industri perikanan


  • Mekanisme retribusi penangkapan ikan dan biaya jasa/pemulihan;

  • sertifikasi eco-lebelling dan sertifikasi produk;

  • pembayaran akses memancing;

  • biaya izin penangkapan ikan dan pajak cukai;

  • biaya izin budidaya dan pajak; dan

  • denda untuk penangkapan ikan ilegal.


Pendapatan energi dan pertambangan


  • Kompensasi pengembangan PLTA;

  • kontribusi oleh perusahaan energi untuk mendukung mata pencaharian, seperti restocking; dan

  • kompensasi yang dibayarkan kepada masyarakat yang terkena dampak polusi dari limbah pertambangan, khususnya dampak terhadap ekosistem dan sumber daya akuatik perairan darat


Investasi nirlaba terkait dengan konservasi perikanan


  • Investasi sektor swasta yang mempromosikan konservasi; dan

  • prospek keanekaragaman hayati.


Sumber lain


  • Pinjaman; dan

  • pendapatan yang diperoleh dari perusahaan lokal seperti kerajinan tangan, produk akuatik, dan souvenir.


Sumber: FAO Inland EAFM Handbook for Trainees, 2019

Gambar 3. Sembilan elemen piramida (FAO, 2014)

Proses penyelesaian EAFM berujung pada materi ini yang dibutuhkan untuk mengembangkan rencana EAFM. Rencana ini ditetapkan dalam satu dokumen, termasuk semua elemen yang diperlukan untuk pelaksanaan EAFM.

Templat di bawah ini menunjukkan elemen utama yang khas dari rencana EAFM. Sebagian besar informasi untuk rencana tersebut seharusnya dikumpulkan melalui konsultasi pemangku kepentingan, penelitian, dan melalui data sekunder.

Tindakan melalui proses konsultatif untuk mengembangkan rencana EAFM sama pentingnya dengan output itu sendiri. Hal ini menumbuhkan kepemilikan rencana, kepercayaan pemangku kepentingan lain, dan mulai membangun hubungan kerja yang baik antara pemangku kepentingan. Hal ini juga memungkinkan peran dan tanggung jawab untuk diperjelas dan dapat membentuk hubungan antara pemain utama seperti lembaga penelitian, perikanan, dan nelayan, sehingga membuat pekerjaan masing-masing lebih selaras dengan kebutuhan pengguna akhir.

Tabel 5. Templat Rencana EAFM

Rencana EAFM untuk UPP XXXX

  1. VISI

Tujuan luas dari pengelolaan.

  1. LATAR BELAKANG

Deskripsi wilayah dan sumber daya yang akan dikelola termasuk peta pada skala yang berbeda.

Wilayah pengelolaan perikanan:

Wilayah operasi perikanan, batas yurisdiksi dan ekosistem (termasuk nasional/provinsi/kabupaten).

  • Peta UPP

Sejarah penangkapan ikan pengelolaan:

Deskripsi singkat tentang pengembangan perikanan di masa lalu dalam hal armada, alat tangkap, orang yang terlibat, dll. 


Status perikanan saat ini

  • Deskripsi sumber daya perikanan dan armada/alat tangkap yang digunakan;

  • status sumber daya; dan

  • peta pola pemanfaatan sumber daya.

Pengaturan pengelolaan (co-management) saat ini

  • Pengaturan pengelolaan yang ada.

Manfaat sosial ekonomi, termasuk pasca-panen (pengolahan)

  • Deskripsi stakeholder dan kepentingan mereka (termasuk status sosial ekonomi);

  • deskripsi pemanfaat/pengguna ekosistem lainnya, terutama kegiatan yang dapat berdampak besar, dan pengaturan untuk proses koordinasi dan konsultasi; dan

  • manfaat sosial dan ekonomi, baik sekarang maupun di masa depan.

Pertimbangan lingkungan khusus

  • Rincian lingkungan kritis, terutama area sensitif dan area spesies yang terancam punah.

Aspek kelembagaan 

  • latar belakang legislatif;

  • pengaturan pengelolaan bersama (co-management) yang ada – peran dan tanggung jawab;

  • pengaturan MCS;

  • proses konsultasi yang mengarah pada rencana dan kegiatan yang sedang berlangsung;

  • rincian proses pengambilan keputusan, termasuk peserta yang diakui;

  • sifat hak yang diberikan di bidang perikanan dan perincian pemegang hak; dan

  • peta intervensi pengelolaan/hak pengguna/batas yurisdiksi.

  1. ANCAMAN DAN MASALAH UTAMA

Masalah ekologi

  • Sumber daya perikanan dan masalah lingkungan secara umum, termasuk dampak perikanan terhadap lingkungan dan sebaliknya; dan

  • permasalahan sumber daya air.

Masalah sosial dan ekonomi

  • Isu-isu yang berkaitan dengan orang-orang yang terlibat dalam kegiatan penangkapan ikan, masyarakat umum dan isu-isu di tingkat nasional, termasuk isu-isu gender.

Masalah tata kelola

  • Masalah yang mempengaruhi kemampuan untuk mencapai tujuan pengelolaan.

  1. GOAL PENGELOLAAN

Goal untuk setiap komponen (untuk setiap isu yang berbeda)

  1. TUJUAN, INDIKATOR, TOLOK UKUR DAN BASELINE

Isu prioritas harus ditangani oleh tujuan, tolok ukur, indikator dan baseline untuk perikanan yang meliputi:

  • Sumber daya perikanan;

  • lingkungan (termasuk tangkapan sampingan, habitat, perlindungan mangsa, keanekaragaman hayati, dll.);

  • sosial;

  • ekonomi; dan

  • tata kelola (kemampuan untuk mencapai rencana). 

  1. TINDAKAN PENGELOLAAN

Tindakan yang disepakati untuk rencana yang akan memenuhi semua tujuan dalam kerangka waktu yang disepakati, termasuk tangkapan sampingan, perlindungan habitat, manfaat sosial-ekonomi, tata kelola yang baik, dll. 

Kesepakatan penggunaan air / sumber daya air / badan air dibuat dengan lembaga atau kementerian lain

  1. KEPATUHAN

Untuk tindakan yang memerlukan aturan/peraturan, diperlukan adanya pengaturan untuk memastikan bahwa tindakan pengelolaan efektif. 

  1. KEBUTUHAN DATA DAN INFORMASI

Data dan informasi diperlukan untuk memantau implementasi dari rencana pengelolaan. Mengklarifikasi data yang dapat ditemukan dan siapa yang mengumpulkan, menganalisis, dan menggunakan informasi tersebut.

  1. PEMBIAYAAN

Sumber dana utama.

  1. TINJAUAN RENCANA

Tanggal dan sifat tinjauan berikutnya dan audit kinerja pengelolaan

Sumber: FAO Inland EAFM Handbook for Trainees, 2019