1.1. Gambaran Umum
Perikanan perairan darat identik dengan perikanan yang aksesnya bersifat terbuka, pada umumnya tidak mengenal pembatasan penangkapan (kecuali bagi spesies tertentu yang diatur khusus), seolah-olah milik bersama tanpa perjanjian dan dokumen legal dalam kepemilikannya (kecuali pada lebak lebung yang dilelang dan menjadi milik sementara bagi pemenang lelang), merupakan prioritas rendah dalam konteks pemanfaatan multiguna di antara sektor pemanfaat lain (Kartamihardja et al., 2009). Selain itu, pemanfaatannya sebagai sumber protein harian di skala rumah tangga, juga merupakan ‘pengaman’ bagi masyarakat yang mengalami tekanan ekonomi dari mata pencaharian sebelumnya akibat penurunan sumber daya alam, perubahan iklim atau peristiwa ekologis seperti kekeringan bahkan banjir (Medard et al., 2000; Jul Larsen, 2003), serta krisis lain seperti wabah penyakit.
Dilihat dari kategori perikanan yang berskala kecil (artisanal fisheries), menyebar pada perairan alami maupun buatan, serta memanfaatkan tidak hanya spesies ikan namun juga non ikan, peran perikanan perairan darat seolah tidak terlihat jika dibandingkan dengan perikanan laut yang diperkirakan 7 kali lipat lebih besar. Padahal kontribusinya secara global terus mengalami peningkatan (FAO, 2022). Indeks dimensi ketersediaan pangan untuk perikanan perairan darat sebesar 77,7 (budidaya sebesar 78.8 dan laut sebesar 76,3) menunjukan bahwa kontribusi perikanan perairan darat cenderung lebih stabil dibandingkan dengan perikanan laut, di dalamnya termasuk ketidak-khawatiran masyarakat terhadap kekurangan pangan dan tingkat kecukupannya. Demikian hal nya dengan keterjangkauan dan akses terhadap pangan yang menunjukan bahwa perikanan darat mendukung dari sisi ketahanan pangan. Hal ini sejalan dengan pemahaman global bahwa ikan dan perikanan perairan darat merupakan sumber protein hewani utama dan komponen vital dalam menjamin keamanan pangan dan gizi bagi banyak masyarakat, terutama di negara berkembang (Godfray et al., 2010; Youn et al., 2014).
Karakteristik nelayan di perairan darat tergolong nelayan kecil, atau yang menurut Undang-Undang nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan, adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (nelayan subsisten). Pengelompokan nelayan oleh Pollnack (1988) menunjukan bahwa pada umumnya nelayan skala kecil memiliki pengalaman yang cukup lama di bidang perikanan, namun beresiko tinggi karena persaingan antar nelayan, atau karena kondisi alam, dengan pendapatan yang tidak pasti. Mata pencaharian sebagai nelayan tidak hanya sebagai sumber pendapatan namun merupakan jalan hidup. Pada perikanan perairan darat dikenal tiga kategori nelayan, yaitu nelayan pokok (yang seluruh aktivitas dan pendapatannya diperoleh dari perikanan), nelayan sambilan utama (yang Sebagian besar aktivitas dan pendapatannya berasal dari perikanan), dan nelayan sambilan tambahan (yang sebagian kecil aktivitas dan pendapatannya berasal dari perikanan). Kegiatan ekonomi perikanan di perairan darat yang terkesan “terbelakang, informal dan marjinal” menyebabkan kurang terintegrasinya perairan darat ke dalam proses pengambilan keputusan baik di skala nasional maupun lokal (tingkat kabupaten dan propinsi).
Meskipun demikian, dari sisi ‘keamanan’ pendapatan, yang diperoleh dari perikanan, masih berpotensi terancam, karena diperkirakan sepertiga stok ikan tidak berkelanjutan secara biologis. Kondisi tersebut secara tidak langsung mempengaruhi mata pencaharian nelayan terutama di negara berkembang (Allison et al., 2001). Peningkatan jumlah tangkapan ikan di perairan darat sejak tahun 1950 beriringan dengan banyaknya cadangan air tawar yang terancam punah (Allan et al., 2005). Walaupun diketahui bahwa kondisi tersebut tidak hanya terjadi karena aktivitas perikanan, namun juga perubahan lingkungan, penggunaan sumber daya air yang berlebihan (Sanon et al., 2020), pertanian intensif, dan perubahan iklim (Awotwi et al., 2015; Jaime, 2019). Peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan melalui pendapatan dari sisi perikanan mengarah pada peningkatan standar hidup. Terjadinya transisi nutrisi, yaitu pergeseran pola diet menuju nutrisi yang lebih kaya protein (World Bank, 2016), dan peningkatan standar konsumsi makanan, mengikuti peningkatan pendapatan tersebut. Namun di sisi lain, ada kepentingan untuk menyelaraskan antara keduanya, yaitu kesejahteraan nelayan dengan keberlanjutan sumber daya
No Comments