Skip to main content

BIODIVERSITAS IKAN IKAN DAS CIMANDIRI

Biodiversitas adalah istilah yang menunjukkan keberagaman organisme yang hidup di suatu wilayah. Semakin banyak variasi gen, jenis, serta spesies yang hidup di lokasi tersebut, maka semakin tinggi biodiversitasnya. Biodiversitas juga kerap disebut sebagai keanekaragaman hayati. Status biodiversitas ikan merupakan asset yang sangat berharga bagi ekonomi di Indonesia berlandaskan ekonomi biru yang berkelanjutan  (Gustiano et al., 2022).

Biodiversitas ikan di Sungai Cimandiri tercatat sebanyak 49 famili dengan jumlah 104 spesies (Gambar 4.1; Lampiran 1). Berdasarkan kriteria spesies primer yang hanya hidup di satu tipe perairan dan spesies sekunder yang bermigrasi dari tipe perairan yang berbeda (Wargasasmita, 2000). Lebih lanjut dikemukan spesies tersebut dapat dibagi ke dalam sebaran sempit, moderat, dan dan luas.

Menurut Moyle dan Cech (1988), terdapat lima tipe umum ikan: (1) ikan estuari murni, (2) ikan bermigrasi antara sungai dan laut secara reguler (diadromous), (3) ikan laut non-dependen, (4) ikan laut dependen, dan (5) ikan air tawar.  Berdasarkan sebaran terdapat 26 spesies di daerah hulu DAS, 47 spesies di daerah tengah. Dan 61 spesies di daerah hilir (Gambar 4.2).

image.png

Gambar 4.1. Keanekaragam ikan berdasarkan famili dan jumlah spesies pada setiap famili. Keterangan: Hanya tertulis 25 famili, nama 24 famili lainnya ada pada lampiran 1. 


Gambar 4.2. Sebaran spesies di DAS Cimandiri.


4.1. Jenis ikan asli 

Dari 49 famili yang tercapat di DAS Cimandiri, sebanyak 43 famili merupakan asli Indonesia, terdapat 34 spesies primer yang hanya ada di air tawar, 4 spesies primer yang hidup di air laut, 10 spesies sekunder air tawar yang berasal dari air payau, 15 spesies sekunder ikan payau yang berasal dari laut, dan 31spesies sekunder yang bermigrasi dari laut ke air tawar.Spesies diatas terbagi berdasarkan habitat yang didiami menjadi 34 spesies dengan sebararan sempit hanya di air tawar dan 4 spesies hanya di air laut, 30 spesies dengan sebaran moderat yang hidup air tawar dan payau atau payau dan laut, 31 spesies sebaran luas yang hidup di air tawar, payau dan laut sebanyak spesies. Berdasarkan pembagian ini, biodiversitas ikan di DAS Cimandiri tidak ada jenis ikan estuary murni, 56 spesies diadromous, 4 spesies ikan laut dependen. 39 spesies hidup di air tawar.


4.2. Ikan endemik

Sebanyak 7 spesies dari ikan asli merupakan jenis endemic (Gambar 4.3), 3 spesies Rasbora aprotaenia (Rasbora aprotaenia, Rasbora argyrotaenia, Rasbora lateristriata) dari famili Danionidae, 2 spesies (Nemacheilus chrysolaimos, Nemacheilus fasciatus) dari famili Nemacheilidae, 1 spesies (Glyptothorax platypogonides) dari famili Sisoridae, dan 1 spesies (Betta picta) dari famili Osphronemidae.

image.png

Gambar 4.3. Ikan endemik dari empat famili


4.3. Ikan introduksi

Sebanyak 6 famili di DAS Cimandiri merupakan introduksi, 1 famili dari Asia (Cyprinidae), 2 famili dari Amerika Selatan (Locatriidae dan Poeciliidae), 1 dari Afrika dan 1 dari Amerika Selatan (Cichlidae), dan 1 dari Pantai Hindia Barat (Butidae). Dari 6 famili ikan introduksi terdapat 11 spesies (Gambar 4.4). Carassius auratus dan Cyprinus carpio dari famili Cyprinidae; Clarias gariepinus dari famili Clariidae; Pterygoplichthys pardalis dari famili Loricariidae; Poecilia latipinna, Poecilia reticulata, Xiphophorus helleri dari famili Poeciliidae; Andinoacara pulcher, Oreocromis mossambicus, Oreocromis niloticus  dari famili Cichlidae; Butis butis dari famili Butidae.

 

image.png

Gambar 4.4. Ikan introduksi dari famili yang berbeda



4.4. Jenis ikan indikator ekologi

Beberapa jenis ikan dapat digunakan secara ekstrem untuk memprediksi kondisi kualitas air yang menjadi habitat dari sekelompok ikan. Baik sebagai indikator lingkungan yang masih sangat prima karena jenis-jenis ikan dari kelompok ini membutuhkan lingkungan perairan dengan kandungan oksigen yang tinggi bagi famili, jernih, dan belum tercemar yang diwakili oleh famili Cyprinidae Danionidae Nemacheilidae Sisoridae Osphronemidae,  maupun jenis ikan yang mempunyai kemampuan adaptasi tinggi dapat dijadikan untuk kondisi lingkungan yang memburuk tercermin dengan keberadaan jenis ikan dari famili Loricariidae Poeciliidae.

Spesies ikan indikator untuk lingkungan yang masih baik di DAS Cimandiri adalah adalah Barbonymus balleroides, Barbonymus gonionotus, Barbodes binotatus, Carassius auratus, Cyclocheilichthys apogon, Cyprinus carpio, Hampala macrolepidota, Mystacoleucus marginatus, Osteochilus vittatus, Systomus orphoides, Tor tambra, Rasbora aprotaenia, Rasbora argyrotaenia, Nemacheilus chrysolaimos, Nemacheilus fasciatus. Sedangkan untuk lingkungan yang sudah kurang baik atau tercemar diwakili oleh ikan Pterygoplichthys pardalis, Poecillia reticulata, Poecilia latipinna.

Berdasarkan keanekaragaman jenis ikan yang ada di DAS Cimandiri, terdapat 15 spesies yang dapat dijadikan indikator perairan yang masih baik. Sedangkan untuk kondisi perairan yang tercemar hanya ada 3 spesies. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara umum bahwa perairan DAS Cimandiri masih mendukung spesies-spesies yang mebutuhkan kondisi perairan prima.


4.5. Jenis ikan berdasarkan kriteria IUCN

Berdasarkan kriteria status IUCN, 4 spesies terancam (V) adalah Stegostoma tigrinum , Cyprinus carpio, Rasbora lateristriata, Oreochromis mossambicus;  2 spesies hampir terancam (NT) adalah Pastinachus sephen, Anguilla bicolor (Gambar 4.5); 76 spesies kurang diperhatikan (LC) ditampilkan pada Lampiran 2; 4 spesies kurang data (DD) adalah Megalops cyprinoides, Tor tambra, Ambassis buruensis, Sicyopterus macrostatholepis; dan 18 spesies tidak dievaluasi (NE) (Lampiran 2).

image.png

Gambar 4.5. Jenis ikan hampir terancam (NT)


4.6. Ikan ekonomis penting

Di DAS Cimandiri terdapat banyak jenis ikan ekonomis penting, baik sebagai komoditi perdagangan maupun sumber protein bagi masyarakat, pengembangan budidaya, dan produk olahan.  Diantara jenis-jenis ekonomis penting yang ada, ikan sidat merupakan primadona DAS Cimandiri.


4.6.1.  Ikan sidat andalan DAS Cimandiri

Muara Sungai Cimandiri dikenal sebagai salah satu daerah sentra penangkapan benih ikan sidat pada stadia glass eel. Tesh (2003) berpendapat bahwa benih sidat akan bermigrasi memasuki perairan tawar pada saat salinitas di muara sungai relatif rendah. Menurut Harrison et al. (2014), migrasi benih sidat terjadi sepanjang tahun dan dipengaruhi oleh curah hujan dan pasang surut yang secara tidak langsung berkaitan dengan salinitas. Pemetaan habitat ruaya ikan sidat memperlihatkan bahwa sungai memiliki muara dengan dasar perairan berupa pasir , memiliki  kedalaman air yang relatif tinggi dan tidak terlalu lebarnya sekitar 25 m pada waktu air pasang potensial sebagai sumber benih sidat (Haryono dan Wahyudewantara, 2016). Mengacu pada pendapat Matsui (1982), lokasi yang potensial sebagai sumber benih sidat adalah pantai yang memiliki samudra dengan kedalam sekitar 400 m daerah sidat memijah.. Hal ini mengisyaratkan bahwa diantara lokasi di Indonesia yang merupakan tempat pemijahan ikan sidat adalah Samudera Indonesia. Selain itu,disebutkan bahwa daerah penangkapan benih sidat adalah pantai barat Sumatera dan Selatan Jawa, terutama sekitar Pelabuhan Ratu dan Cilacap (Sutarjo dan Mahfudz, 1972; Affandi et al., 1995; Haryono dan Wahyudewantara, 2016).


4.6.2. Jenis-jenis ikan sidat di DAS Cimandiri

Sidat merupakan hewan katadromus yang memijah di laut dalam dan besar di air tawar, ditemukan di muara sungai, kemudian tumbuh dan besar di sungai hingga daerah hulu sebelum kembali ke laut untuk memijah (Gambar 4.6). Beberapa penelitian menyebutkan ada tiga jenis sidat yang terdapat di Sungai Cimandiri yaitu Anguilla bicolor, Anguilla marmorata dan Anguilla nebulosa, namun yang paling dominan terdapat adalah sidat jenis Anguilla bicolor (Sriati, 2003; Setiawan et al., 2003; Fahmi dan Himawati, 2010; Fahmi, 2015; Hakim et al., 2015).


image.png

Gambar 4.6 Siklus hidup sidat (Sumber: nature.com)


Deskripsi dari ketiga species tersebut adalah sebagai berikut: 

1. Anguila bicolor atau Indonesian shortfin eel (Gambar 4.7) memiliki bentuk tubuh bulat memanjang, mirip dengan belut. Sirip dada relatif kecil dan terletak tepat di belakang kepala yang mirip daun telinga, sehingga dinamakan “belut bertelinga”. Bagian punggungnya berwarna olive kehitaman hingga kecoklatan dan bagian ventral mulai dari rahang hingga anus memiliki warna lebih cerah. Sirip punggungnya menyatu dengan sirip ekor dan sirip dubur. Memiliki sisik yang halus di permukaan tubuhnya. Jumlah jari-jari sirip punggung antara 240-250 dan jari-jari sirip anal 200-220. Memiliki 100 ruas-106 ruas tulang belakang/vertebrae. Spesies ini memiliki panjang total (total length/TL) mencapai maksimum150 cm.

              image.png

Gambar 4.7. Anguila bicolor atau Indonesian shortfin eel (Sumber: FAO.org)


2. Anguilla marmorata atau giant mottled eel memiliki bentuk tubuh bulat memanjang, mirip dengan belut (Gambar 4.8). Sirip dada relatif kecil dan terletak tepat di belakang kepala yang mirip daun telinga, sehingga dinamakan “belut bertelinga”. Memiliki warna tubuh kecoklatan kehitaman di punggung dengan latar belakang kuning keabu-abuan, dan warna ini bisa memudar. Selain itu terdapat juga bercak atau bintik-bintik coklat tubuh tersebar pada sisi belakang punggung, sisi dan sirip. Kepala berbentuk bulat, hidung pipih, moncong tertekan, rahang bawah menonjol, bukaan insang kecil, sisik seperti kusut di bawah kulit, sirip dada membulat, dan tidak ada sirip perut. Sirip punggung pada spesies menyatu dengan sirip ekor dan sirip dubur. Ciri yang membedakan dari spesies sidat lain yaitu pada Anguilla marmorata terdapat warna belang-belang dan sirip punggung yang panjang, yang bermula hampir sama sejajar ke bukaan insang hingga ke anus. Seperti spesies sidat lainnya, spesies ini memiliki sisik yang halus di permukaan tubuhnya. Selain itu juga memiliki 100 ruas-110 ruas tulang belakang/vertebrae. Anguilla marmorata memiliki panjang total (total length/TL) mencapai maksimum 70 cm untuk jantan dan 200 cm untuk betina, serta berat maksimum 21 kg untuk jantan dan 15 kg untuk betina.

Graphical user interface, text, application, email

Description automatically generatedimage.png

 

Gambar 4.8Anguila marmorata atau giant mottled eel (A) (Sumber: FAO.org); pigmentasi pada ekor glass eel (R ́eveillac et al., 2009)


3. Anguila nebulosa atau mottled eel (Gambar 4.9) menghabiskan sebagian besar hidup mereka di air tawar pada kisaran kedalaman 3-10 meter, tetapi bermigrasi ke Samudra Hindia untuk berkembang biak. Jantan dapat mencapai panjang total maksimum 121 sentimeter dan berat maksimum 7.000 gram (Fishbase.org). A. nebulosa makanan utamanya berupa krustasea bentik, moluska, ikan bersirip dan cacing (Fishbase.org).  Meskipun tersebar luas, belut berbintik-bintik terdaftar sebagai Hampir Terancam oleh Daftar Merah IUCN. Meskipun belut terlalu besar untuk digunakan di akuarium, mereka komersial dalam perikanan subsisten. 


image.png

Gambar 4.9. A. Anguila nebulosa atau mottled eel (Sumber FAO.org); B.  pigmentasi pada ekor glass eel (R ́eveillac et al., 2009)


Menurut Hakim et al., (2015), ketiga spesies sidat di atas dapat dibedakan berdasarkan persentase jarak antara ano-dorsal (AD) dibagi dengan panjang total (TL) (Gambar 4.10).

image.png

Gambar 4.10. Perbedaan tiga spesies ikan sidar berdasarkan persentase ano-dorsal dibagi panjang total (%AD/TL). Keterangan: A=Anguila; b= bicolor; n=nebulosa. (Sumber:Hakim et al., 2015)


4.6.3. Eksploitasi dan ancaman sumberdaya ikan sidat di DAS Cimandiri

Aktivitas penangkapan sidat dilakukan oleh nelayan utama maupun nelayan sampingan meliputi penangkapan pada benih sidat (glass eels) dan ikan dewasa. Upaya penangkapan glass eels di sungai Cimandiri sangat tinggi karena ikan sidat merupakan salah satu komoditi bernilai ekonomis tinggi dengan tujuan ekspor (Gambar 4.11) (Honda et al., 2016). Seiring dengan ekploitasi ikan sidat yang dilakukan secara masif, habitat ikan sidat perlu dilindungi dan aktifitas penangkapan harus dikendalikan. 

Penurunan kualitas ekologis akibat kerusakan habitat dapat menyebabkan penurunan hasil tangkapan ikan sidat. Menurut Fahmi dan Hirnawati (2010), daerah hulu, tengah dan hilir Sungai Cimandiri masih memiliki nilai kualitas air yang baik untuk mendukung perkembangan sidat.   Selain itu, pengaruh dari para pemangku kepentingan (stakeholders) secara langsung dan tidak langsung sangat berpengaruh terhadap kelestarian sumberdaya perikanan sidat. Beberapa aktivitas terkait dengan penurunan kualitas air di Sungai Cimandiri adalah berupa pembangunan di hulu DAS yang merupakan resapan/sumber mata air menyebabkan kekeringan anak-anak Sungai Cimandiri; pencarian nafkah/perekonomian masyarakat berupa penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan baik secara berlebihan, menggunakan listrik dan penggunaan racun, serta kegiatan penambangan galian pasir/batu; bendungan untuk PLTA yang dapat membatasi pergerakan migrasi ikan sidat yang merupakan  ikan ekonomis penting/ekspor dan spesies target utama di Sungai Cimandiri. Indonesia di pasar internasional termasuk sebagai sepuluh besar produsen ikan sidat. Perkembangan produksi ikan sidat nasional mencapai 2.376 ton pada tahun 2012, namun produksinya menurun menjadi 1.063 ton pada tahun 2016 (FAO, 2020). Penurunan produksi sidat di atas perlu di telaah lebih lanjut dalam kajian yang mendalam untuk memahami apa yang menjadi penyebabnya.

image.png

Gambar 4.11. Skematis rute distribusi benih sidat dan titik-titik pengumpulan data di Jawa (Sumber: Honda et al., 2016)


Perikanan budidaya sidat di Pelabuhan Ratu merupakan salah satu kegiatan perikanan yang berkembang. Benih ikan sidat didapatkan langsung dari pengumpul maupun nelayan yang ditangkap dari Sungai Cimandiri. Hasil budidaya dijual dalam bentuk segar maupun olahan. Pemasaran ikan sidat berada di Jakarta seiring dengan mulai tumbuhnya restoran Jepang dan Korea atau hasil budidaya ikan sidat di ekspor. Kendala dari budidaya ikan sidat yaitu terbatasnya penampung saat benih tersedia dalam jumlah banyak. Selain itu, kendala terbesar dalam proses budidaya yaitu pakan. Di Indonesia belum ada pakan yang efektif yang bisa digunakan sehingga perlu adanya impor pakan dari Taiwan maupun Jepang. Harga pakan yang tinggi dan penggunaan FCR yang tinggi akan merugikan kegiatan budidaya. Perlu adanya pencampuran yang tepat antara pakan lokal dengan pakan impor dengan tetap memperhatikan takaran gizi dan harga agar kegiatan budidaya menghasilkan keuntungan. Dibutuhkan modal yang tinggi untuk melakukan budidaya ikan sidat.